JAKARTAVIEW.ID, – Konflik berkepanjangan terus melanda Jakarta pasca Kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamasikan 17 Agustus 1945. Pihak pejuang Indonesia dan serdadu Belanda tak henti-hentinya saling menyerang satu sama lainnya.
Pertikaian tersebut alih-alih dimenangkan oleh salah satu pihak, malah banyak menimbulkan korban yang tidak sedikit dari kalangan sipil.
Guna menghindari kekacauan yang berkepanjangan, militer Inggris berinisiatif memisahkan dua pihak yang tengah berseteru.
Dengan memakai alasan Jakarta akan dijadikan kota diplomasi, Inggris meminta pemerintah Indonesia yang masih baru agar mengosongkan kota dari semua kekuatan bersenjata.

“Perdana Menteri Sutan Sjahrir yang kooperatif terhadap Sekutu lantas menindaklanjuti permintaan Inggris itu dengan meminta kekuatan-kekuatan pejuang kita untuk mengalah,” ungkap sejarawan Rushdy Hoesein seperti dikutip dari Merdeka.com.
BACA JUGA:
- Menumpang Roket SpaceX, Korea Selatan Kirim Pengorbit ke Bulan
- Hindari Lubang, Pengendara Motor Tewas Terlindas Bus TransJakarta di Grogol
- Saingi Gojek & Grab, AirAsia Tawarkan Gaji Ojek Online Rp 10 Juta
- Semakin Panas! Jet Tempur-Kapal China Langgar Garis Median Selat Taiwan
- Gubernur DKI Anies Baswedan Ganti Nama RS Jadi Rumah Sehat, Begini Kata Ahli Bahasa
Panglima TKR Komandemen Jawa Barat, Mayor Jenderal Didi Kartasasmita merasa ‘terjepit’ dan tidak paham dengan perhitungan politis yang mendasari keputusan pemerintah pusat tersebut.

“Kami diusir begitu saja dari Jakarta,” ujar Didi dalam biografinya: Pengabdian bagi Kemerdekaan yang disusun Tatang Sumarsono.
Meskipun merasa tidak setuju, sebagai tentara, Didi tak memiliki pilihan lain kecuali melaksanakan keputusan pimpinan Pusat. Namun seiring keluarnya keputusan itu, masalah-masalah baru kemudian berdatangan.
Pertama, pemerintah pusat tak memberikan alternatif markas baru bagi anggota TKR dan anggota laskar yang baru ‘diusir’ itu. Dalam buku Jakarta-Karawang-Bekasi dalam Gejolak Revolusi (disusun Dien Majid dan Darmiati), Komandan TKR Jakarta Raya Letnan Kolonel Moeffreni Moe’min memilih memindahkan pasukannya ke kawasan Bekasi-Karawang dan Cikampek yang merupakan wilayah kekuasaan RI.
Itu didasarkan undang-undang perang Staat van Beleg yang disepakati ketiga pihak (Republik Indonesia, Inggris dan Belanda).
Kedua, berbeda dengan TKR, keputusan untuk pindah ke luar Jakarta justru ditentang secara keras kelompok-kelompok milisi bersenjata yang diwakili oleh LRDR (Laskar Rakjat Djakarta Raja) yang diotaki oleh para pemuda nasionalis radikal seperti Sutan Akbar, Sidik Kertapati dan Chairul Saleh.
Mereka bersikeras untuk terus melanjutkan perlawanan terhadap Inggris dan Belanda di Jakarta. Akibatnya, situasi chaos yang mengorbankan orang-orang Eropa di Jakarta, terus berlangsung dan malah semakin gawat.
Dilansir dari berbagai sumber
LAINNYA:
- Menumpang Roket SpaceX, Korea Selatan Kirim Pengorbit ke Bulan
- Hindari Lubang, Pengendara Motor Tewas Terlindas Bus TransJakarta di Grogol
- Saingi Gojek & Grab, AirAsia Tawarkan Gaji Ojek Online Rp 10 Juta
- Semakin Panas! Jet Tempur-Kapal China Langgar Garis Median Selat Taiwan
- Gubernur DKI Anies Baswedan Ganti Nama RS Jadi Rumah Sehat, Begini Kata Ahli Bahasa